HAKEKAT MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sasaran pendidikan adalah manusia. Manusia di abad manapun adalah struktur kehidupan yang dinamis dan kreatif melahirkan gagasan-gagasan dalam berbagai sektor kehidupan. Daya berfikir dan daya cipta makin berkembang untuk memformulasikan makna kehidupan dalam konteks yang nyata, yang mengakibatkan pergeseran tata nilai yang tiap saat berlangsung walaupun secara lamban, namun pasti
Ciri khas manusia yang membedakanya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari apa yang disebut dengan hakikat manusia. Pemahaman pendidikan terhadap makna hakikat manusia akan membentuk peta tentang karakteristik manusia dalam bersikap, menyusun startegi, metode dan tehnik serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi dalam interaksi edukatif.
1.2  Rumusan Masalah
Meninjau latar belakang tersebut, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
a.    Apa yang dimaksud dengan makna hakikat manusia?
b.    Apa yang dimaksud dengan sifat hakikat manusia?
c.    Bagaimana wujud sifat hakikat manusia?
d.   Apa tujuan dari makna hakikat manusia?
1.3  Tujuan Penulisan
Meninjau rumusan masalah tersebut, penulis memiliki tujuan penulisan  sebagai berikut :
a.    Untuk mengetahui lebih dalam tentang hakikat manusia.
b.    Untuk mengenal lebih dalam sifat hakikat manusia.
c.    Untuk mengetahui wujud sifat hakikat manusia.
d.   Untuk mengetahui tujuan makna hakikat manusia.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Makna Hakikat Manusia
Hakikat manusia dari sisi penciptanya adalah makhluk yang sempurna karena dibekali dengan akal. Maka dengan akal itulah manusia itu akan selalu berpikir tentang kelangsungan hidupnya dan generasinya.
Pada kehidupan yang riil, manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal, baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya, bahkan sebagaimana dikemukakan di atas, pengetahuan tentang manusia pun bersifat ragam sesuai pendekatan dan sudut pandang dalam melakukan studinya. Alasannya bukankah karena mereka semua adalah manusia maka harus diakui kesamaannya sebagai manusia? (M.I. Soelaiman, 1988). Berbagai kesamaan yang menjadi karakteristik esensial setiap manusia ini disebut pula sebagai hakikat manusia, sebab dengan karakteristik esensialnya itulah manusia mempunyai martabat khusus sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya. Contoh: manusia adalah animal rasional, animal symbolicum, homo feber, homo sapiens, homo sicius, dan sebagainya.
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, kehidupan manusia cenderung memosisikan dan memerankan dirinya sebagai subjek.
Demikianlah, kehidupan cenderung terpusat pada kepentingan dimana manusia menjadi titik sentral. Dalam keadaan demikian, manusia memosisikan dan memerankan diri diatas segala-galanya, dan karena itu memiliki keleluasaan untuk memanfaatkan potensi alam termasuk dirinya sendiri dan sesamanya.
1.    Manusia Makhluk Berpengetahuan
Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta, rasa, dan karsa.
Cipta adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan nila ‘kebenaran’.
Rasa adalah kemampuan spiritual, yang secara khusus mempersoalkan nilai ‘keindahan’.
Karsa adalah kemampuan spiritual, yang secara khusus mempersoalkan nilai ‘kebaikan’.
2.    Manusia Makhluk Berpendidikan
Sejak lahir, seorang manusia sudah langsung terlibat didalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dia dirawat, dilatih, dan dididik oleh orang tua, keluarga, dan masyarakatnya menuju tingkat kedewasaan dan kematangan, sampai kemudian terbentuk potensi kemandirian dalam mengelola kelangsungan hidupnya. Kegiatan pendidikan dan pembelajaran itu diselenggarakan mulai dengan cara-cara konvensional(alami) menurut pengalaman hidup, sampai pada cara-cara formal yang metodik dan sistematik institusional(pendidikan sekolah) menurut kemampuan konseptik-rasional.
Pada pokoknya, persoalan pendidikan adalah persoalan yang lingkupnya seluas persoalan kehidupan manusia itu sendiri. Pendidikan secara kodrati melekat pada diri manusia baik secara langsung maupun tidak.
Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada; dan karena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.
3.      Manusia Makhluk Berkebudayaan
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya. Kebudayaan menyangkut sesuatu yang nampak dalam eksistensi manusia. Manusia tidak lepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya (C.A Van Peursen, 1957)
Sebagaimana dinyatakan di atas, kebudayaan memiliki fungsi positif bagi eksistensi manusia namun demikian apabila manusia kurang bijaksana dalam mengembangkannya, kebudayaanpun dapat menimbulkan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi manusia
 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia dari sisi penciptaan ialah makhluk Tuhan yang paling sempurna bila dibandingkan dengan makhluk lain secara individu ia memiliki keunikan tersendiri, manusia juga sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk susila.
Kemudian kita simpulkan bahwa makna hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi manusia didunia. Pengertian hakikat manusia sangat berkenaan dengan “prinsip adanya”(principe de’etre) manusia. Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki sesuatu martabat khusus(louis leahy, 1985).

2.2  Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama dilihat dari segi biologisnya. Bentuknya (misalnya orang hutan), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan, menyusui anaknya dan pemakan segala. Bahkan carles darwin (dengan teori evolusinya) telah berjuang menemukan bahwa manusia berasal dari primat atau kera tapi ternyata gagal karena tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primat atau kera.
Disebut sifat hakikat manusia karena secara haqiqi sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan atau makhluk lainnya. Karena manusia mempunyai hati yang halus dan dua pasukannya. Pertama, pasukan yang tampak yang meliputi tangan, kaki, mata dan seluruh anggota tubuh, yang mengabdi dan tunduk kepada perintah hati. Kedua, pasukan yang mempunyai dasar yang lebih halus seperti syaraf dan otak.

Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu Zoon Politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (hewan yang sakit) (Drijarkara, 1962: 138) yang selalu gelisah dan bermasalah.
Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa hewan dan manusia itu hanya berbeda secara gradual, yaitu suatu perbedaan yang melalui rekayasa dapat dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperature lalu menjadi es batu. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan orang utan dapat dijadikan manusia. Padahal kita tahu bahwa manusia mempunyai akal dan pikiran yang dapat dijadikan sebagai perbedaan manusia dengan hewan, maupun dengan makhluk lainnya sebagai dasar sifat hakikat manusia.
·         Wujud Sifat Hakikat Manusia
Pada bagian ini akan dipaparkan wujud sifat hakikat manusia menjadi delapan, yaitu :
1.    Kemampuan Menyadari Diri
Pada dasarnya manusia diberikan kelebihan berupa kemampuan untuk menyadari diri. Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari bahwa dirinya (akunya) memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan aku-aku yang lain (ia, mereka) dan dengan non-aku (lingkungan fisik) disekitarnya. Bahkan bukan hanya membedakan lebih dari itu manusia dapat membuat jarak (distansi) dengan lingkungannya. Sehingga mempunyai kesadaran diri bahwa manusia mempunyai perbedaan dengan makhluk lainnya.
2.    Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi yaitu kemampuan menempatkan diri, menerobos, dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga dengan waktu. Dengan demikian manusia tidak terbelanggu oleh tempat atau ruang ini (di sini) dan waktu ini (sekarang), tapi dapat menembus ke “sana” dan ke “masa depan” ataupun “masa lampau”. Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Justru karena manusia memiliki kemampuan bereksistensi inilah maka pada diri manusia terdapat unsure kebebasan. Dengan kata lain, adanya manusia bukan “ber-ada” seperti hewan dikandang dan tumbuh-tumbuhan di dalam kebun, melainkan “meng-ada” di muka bumi (Drijarkara, 1962:61-63).
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi sesuatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak.
3.    Kata Hati (Consecience Of Man)
Kata hati atau (Consecience Of Man) sering disebut hati nurani, pelita hati, dan sebagainya. Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Dalam kaitan dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan “petujuk bagi moral/perbuatan”. Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral (berbuat) yang didasari oleh kata hati yang tajam.
4.      Moral
Moral juga disebut sebagai etika adalah perbuatan sendiri. Moral yang singkron dengan kata hati yang tajam yaitu benar-benar baik manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau moral yang tinggi (luhur). Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati yang tajam ataupun merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul disebut moral yang buruk atau moral yang rendah (asor) atau lazim dikatakan tidak bermoral. Seseorang dikatakan bermoral tinggi karena ia menyatukan diri dengan nilai-nilai yang tinngi, serta segenap perbuatannya merupakan peragaan dari nilai-nilai yang tinggi.  Moral (etika) menunjuk kepada perbuatan yang baik/benar ataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau yang jahat.

5.    Tanggung Jawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab bermaam-macam yaitu tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada masyarakat, dan kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya penyesalan yang mendalam. Bertanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial. Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma agama misalnya perasaan berdosa dan terkutuk.
Dengan demikian tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa suatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
6.    Rasa Kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak terikat oleh sesuatu) yang sesuai dengan kodrat manusia. Kemerdekaan berkait erat dengan kata hati dan moral. Yaitu kata hati yang sesuai dengan kodrat manusia dan moral yang sesuai dengan kodrat manusia.
7.    Kewajiban dan Hak
Kewajiban merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia. Sedangkan hak adalah merupakan sesuatu yang patut dituntut setelah memenuhi kewajiban
Dalam realitas hudup sehari-hari, umumnya diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan. Sedangkan kewajiban dipandang sebagai suatu beban. Tetapi ternyata kewajiban bukanlah menjadi beban melainkan suatu keniscayaan.
Realisasi hak dan kewajiban dalam prakteknya bersifat relatif, disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jadi, meskipun setiap warga punya hak untuk menikmati pendidikan, tetapi jika fasilitas pendidikan yang tersedia belum memadai maka orang harus menerima keadaan relisasinya sesuai dengan situasi dan kondisi.
8.    Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Kebahagiaan tidak cukup digambarkan hanya sebagai himpunan saja, tetapi merupakan integrasi dari segenap kesenangan, kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman pahit dan penderitaan.
Manusia adalah mahluk yang serba terhubung, dengan masyarakat, lingkungan, diri sendiri dan Tuhan. Dalam krisis total manusia mengalami krisis hubungan dengan masyarakat dengan lingkungannya, dengan diri sendiri dan dengan Tuhan. Kebahagiaan hanya dapat dicapai apabila manusia meningkatkan kualitas hubungannya sebagai mahluk yang memiliki kondisi serba terhubung dan dengan memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Kebahagiaan ini dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua hal yang dapat dikembangkan, yaitu kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan demikian pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk mencapai kebahagiaan, utamanya pendidikan keagamaan.

2.3  Tujuan Hakikat Manusia
Manusia sebagai makhluk individu diartikan sebagai person atau perseorangan atau sebagai diri pribadi. Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia lainnya.



BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa makna hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi manusia didunia. Setiap manusia mempunyai hakikat yang dimilikinya. Dan dalam diri manusia itu terdapat potensi–potensi terpendam yang dapat ditumbuh kembangkan menuju kepribadian yang mantap.
Dalam keadaan demikian, manusia memosisikan dan memerankan diri diatas segala-galanya, dan karena itu memiliki keleluasaan untuk memanfaatkan potensi alam termasuk dirinya sendiri dan sesamanya.

3.2  Saran
Sebagai calon guru kita seharusnya memperhatikan anak didik dan memberikan bimbingan agar potensi–potensi terpendam yang terdapat dalam diri peserta didik dapat ditumbuhkembangkan menuju kepribadian yang mantap. Membimbing anak didik berdasarkan sifat dan karaternya masing-masing. Selain itu sebagai calon guru kita sesantiasa menggali hakikat manusia agar dalam menjalankan tugas dan kewajiban tidak asal asalan.







DAFTAR PUSTAKA


Arif, A. 2010. Manusia dan Pendidikan Hakikat Manusia dan Pengembangannya. http://m-arif-am.blogspot.com. Diakses pada tanggal 01 Oktober 2017
Oddi. 2009. Wujud Hakikat Manusia. http://oddy32.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 28 September 2017
Rojib. 2009. Hakikat Manusia dan Pengembangan Dimensinya. http:// blog.
beswandjarum.com. Diakses pada tanggal 01 Oktober 2017
Tirtaharja, Umar dan La Sula. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Comments

Popular posts from this blog